Loading...

Bumbu dapur mampu menjadi Anti Kanker...? ini penjelasan nya...!!

Sponsored Links
Loading...
Loading...

Apa jadinya kalau asam kandis, bumbu dapur itu, jatuh ke tangan sarjana farmasi bernama Fatma Sri Wahyuni. Walaupun perempuan semampai ini berasal dari Padang, bukanlah gulai ataupun rendang yang dia hasilkan, melainkan obat kanker paru-paru. 

Sejak tiga tahun lalu, Fatma meneliti tanaman yang buahnya dipakai memberikan rasa asam pada makanan itu. Hasil screening menunjukkan tetrapreniltoluquinol, senyawa kulit batang Garcinia cowa, mempunyai aktivitas spesifik terhadap antikanker dan tidak mengganggu pertumbuhan sel tubuh lainnya. 


Tapi bukan berarti keluarga manggis-manggisan ini langsung bisa diaplikasikan sebagai obat antikanker paru-paru. Sejauh ini senyawa aktif kandis baru diuji terhadap empat jenis sel. Padahal, untuk sampai tahap uji preklinik pada tikus mencit khusus, National Cancer Institute di Amerika Serikat mensyaratkan pengujian minimal 16 jenis sel. 

Empat jenis sel yang sudah diuji itu adalah sel kanker paru-paru, sel kanker payudara, sel kanker prostat, dan sel leukemia. Sedangkan 16 jenis sel lainnya baru akan ditentukan kemudian karena kanker paru saja terdiri atas jenis small lung cancer (karsinoma sel kecil) dan nonsmall lung cancer, yang terdiri atas karsinoma sel skuamosa, adeno karsinoma, dan karsinoma sel besar, serta bergantung pada tempat asal sel itu di paru-paru. 

"Jadi kami harus melanjutkan penelitian selektivitas senyawa ini terhadap jenis sel yang lain," kata peneliti peraih Fellowship L'Oreal Indonesia for Women in Science 2006 ini. 

Perempuan dengan logat Melayu yang kental ini menuturkan selektivitas amat penting bagi senyawa antikanker. Sifatnya yang spesifik membuat senyawa tetrapreniltoluquinol yang diisolasinya ini lebih unggul dibanding senyawa antikanker lain. 

Senyawa antikanker yang ada sekarang itu tak hanya menghancurkan sel kanker, tapi juga membunuh sel normalnya. Akibatnya pasien biasanya menderita sekali, bahkan akan menemui ajalnya karena mengkonsumsi obat antikanker itu. 


Dia berharap tumbuhan ini hanya aktif terhadap kanker paru-paru dan tidak mengganggu pertumbuhan sel lain. "Jika aktif terhadap kanker lain, tumbuhan ini tidak memiliki aktivitas yang spesifik," katanya. "Artinya ia bisa mengganggu pertumbuhan sel lain sebagaimana yang ada pada obat kanker sekarang." 

Riset yang tengah dilakukannya adalah mempelajari mekanisme kerja antikanker dari senyawa tetrapreniltoluquinol. Ini bukan perkara mudah, pasalnya dosen Universitas Andalas ini harus bolak-balik Padang dan Serdang di Selangor, Malaysia. 

Penelitian kandis ini memang collaborative research antara dua institusi, Universitas Andalas dan University Putra Malaysia. Prof Dr Dachriyanus dari jurusan Farmasi Universitas Andalas serta Prof Dr Nordin Lajis dan Dr Johnson Stanslas dari Institute of Bioscience, University Putra Malaysia, bekerja sama meneliti tanaman ini. Penelitian Fatma, yang kini mengikuti pendidikan tingkat doktoral di University Putra Malaysia, berada di bawah kerja sama ini. 

Namun, bukan cuma harus bolak-balik ke negeri orang saja yang memberatkan Fatma. Ujian yang paling sulit bagi perempuan kelahiran Padang Luar ini adalah harus berjauhan dengan anaknya yang masih kecil. 

"Saya harus berpisah dengan anak dan suami paling tidak selama enam bulan dalam setahunnya," kata Fatma. "Anak saya masih kecil, ini yang sangat memberatkan." 

Anak Fatma yang bungsu, M. Rizki Afader, memang baru berusia 15 bulan. Sedangkan anak pertamanya, Meliannisa Afader, 7 tahun, baru kelas II sekolah dasar. Untuk mengobati rindu, Fatma, yang menyewa rumah di Malaysia bersama beberapa temannya, sengaja membawa baju anak-anaknya yang belum dicuci. "Minimal menelepon sekali seminggu," dia menambahkan. 

Meski berat, Fatma tetap menomorsatukan penelitian yang berpotensi menyelamatkan banyak penderita kanker paru-paru itu. Dia juga berminat mengajukan penelitiannya ini ke program Women in Science L'Oreal-UNESCO tingkat internasional. "Masih banyak yang harus dilakukan sebelum zat atau paling tidak tanaman ini bisa digunakan sebagai obat kanker baru yang aman," ujarnya. 

Fatma menyatakan, selain riset yang sedang dilakukannya, masih diperlukan penelitian lanjutan terhadap tanaman ini. Mulai uji selektivitas lanjut, uji toksisitas kronis, akut dan subakut, serta mekanisme kerjanya. 

Ketua Dewan Juri Endang Sukara amat mendukung rencana peneliti muda kelahiran 13 April 1974 itu. Selain usia Fatma yang belum mencapai 35 tahun, batas usia peserta program L'Oreal, penelitian ini membuktikan keanekaragaman hayati Indonesia punya nilai lebih. "Ada manfaat lain. Bukan cuma untuk bumbu dapur, tapi juga bermanfaat sebagai obat alami," kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu. 

Memang tak sembarang pohon kandis yang dipakai Fatma, tapi khusus pohon dari jenis Garcinia cowa Roxb. Pasalnya, ada beberapa jenis tanaman dari marga Garcinia sp yang juga disebut asam kandis. Tapi hanya satu tanaman yang punya senyawa tetrapreniltoluquinol. 

"Orang kampung mengatakan ada kandis jantan dan betina, dan yang aktif itu kandis jantan," kata Fatma. "Untuk menghindari variasi, saya hanya ambil sampel dari satu pohon." 

Tumbuhan ini memang asli Sumatera dan telah lama digunakan sebagai bumbu masak sehingga aman digunakan. Tak cuma bermanfaat sebagai bumbu, ternyata kandis juga berkhasiat sebagai antikolesterol dan pelangsing. 

TJANDRA DEWI (Kontributor majalah Trubus)

Sponsored Links
Loading...
loading...
SHARE
Sponsored Links
Loading...

admin

admin.

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
Loading...
    Blogger Comment
    Facebook Comment
Loading...
Loading...
Loading...